Kebijakan Merdeka Belajar, soal ujian 100 persen dibuat pihak sekolah

Jefri Hunter, Pemerhati dan Motivator Pendidikan asal Riau

SE yang ditandatangani Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Naim, telah ditetapkan 7 Februari 2020 lalu dan ditujukan kepada Gubernur serta Bupati/ Wali Kota seluruh Indonesia.

Salah satu poin utama dalam SE tersebut adalah menyerahkan sepenuhnya keputusan kelulusan siswa kepada pihak sekolah, termasuk penyusunan soal ujian.

“Penentuan kelulusan dari pihak sekolah sudah dimulai tahun lalu, bedanya ada pada penyusunan soal ujian saja,” ujar pemerhati dan motivator pendidikan asal Riau, Jefri Hunter, saat dihubungi Outsiders, Selasa (18/02/2020).

Ujar Jefri, tahun sebelumnya soal ujian masih harus mengambil 25 persen dari soal anchor atau soal jangkar yang disiapkan oleh pemerintah, namun tahun ini seratus persen disiapkan oleh sekolah. Bahkan pihak terkait seperti Dinas Pendidikan juga tidak diperkenankan untuk memaksakan pihak sekolah dalam menentukan soal ujian.

Ditanya plus-minus kebijakan Merdeka Belajar terkait ujian sekolah, dikatakan Jefri tidak terlalu signifikan. “Saya yakin setiap sekolah, khususnya di Riau, punya tim penyusun soal ujian yang berpengalaman, sehingga tak perlu dicemaskan kemampuan mereka. Saya yakin itu,” ungkap Jefri.

Namun demikian, bisa saja terjadi peramuan soal ujian dengan cara mengambilnya melalui soal- soal yang tersebar di dunia maya, meski tidak ada larangan, tetap diperlukan kebijakan tertentu untuk memilah- milahnya sehingga bobot soal dapat terukur dengan baik.

“Secara prosedur, dalam membuat soal tentu saja harus ada indikator, kemudian membuat kisi- kisi, dilanjutkan dengan pelaksanaan uji coba, dan terakhir baru masuk ke tahap validasi. Bila ketentuan ini dijalankan, bobot soal yang dibuat akan terukur,” kata Jefri yang sering diundang sebagai pembicara dalam pelatihan dan seminar pendidikan tingkat nasional ini.

Saat dialihkan tentang adanya dugaan penurunan kualitas lulusan bila penentuannya seratus persen dilakukan sekolah, Jefri menyebutkan tidak akan terjadi selama sekolah bersangkutan taat pada prosedur yang telah ditetapkan.

“Secara garis besar, indikator kelulusan salah satunya ditentukan dari akumulasi nilai semester siswa, bila tidak mencukupi tentu saja dianggap belum laiak ikut ujian akhir dan perlu perbaikan agar nilai tersebut terpenuhi, intinya peran sekolah dituntut pro-aktif menyikapi prosedur dan aturan tersebut,” pungkas Jefri, yang juga Wakil Kepala Sekolah SMK Labor Binaan FKIP UNRI mengakhiri pembicaraan.

Pewarta : Syam Irfandi

Ramadhan Kareem

Pos terkait