Oleh Rosyita Hasan
Kaget, terdiam, hingga kurasakan wajah ini pucat pasi serasa darah ditubuhku berhenti mengalir. Sempat kulihat tiba-tiba boat berhenti, kemudian berputar. Deru mesin seperti kesurupan. Aisyah yang berada disampingku terpana dan terpaku tanpa mampu mengeluarkan suara. Hanya tangan kami saling berpegangan erat untuk menjaga keseimbangan agar tidak terpental dari boat. Setidaknya kejadian tersebut sangat berbekas dibenakku sebagai penghantar kegiatan kami ketika mengelilingi perairan Pulau Batam, tepatnya di sekitar Selat Philip selama empat hari.
Smokkel adalah kata dari bahasa Belanda yang berarti ‘penyeludupan’. Melihat dari penggunaan istilah tersebut ditengah masyarakat Pulau Labun, bisa jadi aktivitas penyeludupan di kawasan ini telah terjadi sejak zaman pendudukan Belanda.
Pulau Labun sendiri hingga kini masih disebut Pulau Penyeludup karena dianggap strategis sebagai lokasi melansir barang- barang tanpa cukai masuk ke Indonesia dari Singapura ke kawasan Batam yang hanya berjarak beberapa menit saja menggunakan perahu- perahu cepat melintasi Selat Philip.
Mulai dari baju bekas hingga peralatan elektronik biasanya akan singgah dahulu di Pulau Labun sebelum diteruskan ke penampung yang berada di Kota Batam, setidaknya demikian informasi awal kuperoleh dari masyarakat sebelum aku memutuskan untuk mengunjungi pulau tersebut melakukan liputan investigasi.