Walhi Laksanakan Diskusi Publik Keadilan Gender dalam Berbagai Perspektif Gerakan

Pekanbaru (Outsiders) – Sempena International Woman’s Day, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau menggelar diskusi publik, Jumat (11/3/2022). Kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Rakyat Walhi Riau ini mengusung tema Keadilan Gender dalam Berbagai Perspektif Gerakan.

Bacaan Lainnya

Direktur Walhi Riau, Boy Jerry Evan Sembiring, menyebutkan, adil kepada sesama juga adil kepada perempuan. Maka, harus ada upaya untuk terus belajar meruntuhkan bias gender dalam seluruh gerakan, baik lingkungan, budaya, ekonomi, sosial dan lainnya.

”Keadilan ekologis tidak akan terwujud apabila tidak bisa meruntuhkan bias keadilan gender,” kata Boy membuka diskusi tersebut.

Diskusi publik ini menghadirkan tiga pemantik, yakni Mia Siscawati (Dosen Prodi S2 kajian gender SKSG Universitas Indobeaia), Kunni Masrohanti (Wakil Dewan Daerah Walhi Riau dan Penyair Perempuan) dan Sri Depi Surya Azizah (Ketua Mapala Wanapalhi Universitas Riau). Diskusi berlangsung hangat dan aktif dipandu Umi Ma’rufah (Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan Walhi Riau).

Mia, yang hadir secara daring membeberkan secara gamblang tentang keadilan gender dan kesetaraan gender. Mia mencontohkan banyak hal tentang ketidakdilan gender. Mulai dari peran perempuan dalam dunia kepemimpinan, pendidikan bahkan sampai kepada lowongan kerja.

”Jenis ketidakadilan gender itu banyak. Ada pemberian label atau penandaan, sub ordinasi, marjinalisasi, multi beban dan kekerasan berbasis gender. Ketidakadilan inilah yang dialami perempun meski dalam hal-hal tertentu juga dialami lelaki,” kata Mia.

Ketidakadilan gender berbeda dengan ketidaksetaraan gender. Khusus Kesetaraan gender, kata Mia, hendaknya bisa mendudukkan perempuan dengan posisi yang sama dalam berbagai ruang antara lelaki dan perempuan, mulai politik, ekononi, sosoal dan budaya.

Kunni lebih banyak bercerita tentang kondisi eksisting perempuan di banyak ruang dan wilayah. Mulai dari perempuan desa, perempuan adat, perempuan kota, perempuan, perempuan pekerja, perempuan penyandang disabilitas dan lain sebagainya yang jauh dari keadilan dan kesetaraan gender.

”Kehidupan perempuan banyak diatur oleh hukum, termasuk hukum adat. Tapi tidak semua hukum adat memguntungkan perempuan, justru yang muncul ketidakadilan, diskriminasi, perempuan dalam posiai dianggap lemah. Di lain ruang, ketika perempuan mendapat banyak peluang dan kesempatan untuk kesetaraan gender, justru perempuan yang tidak mengambilnya, tidak siap, tidak bisa,” kata Kunni.

Kunni pun mengajak perempuan keluar dari segala ketidakadilan gender dan mencari kesetaraan gender dengan mempersiapkan diri. Saling dukung seaama perempuan, menjadi one big family untuk perempuan maju bersama.

”Pengalaman saya, banyak teman-teman perempuan saya yang justru dikasi kesempatan, tidak diambil. Ada peluang, dibiarkan. Ambil saja. Jangan merasa dihalangi. Berfikir dan bergerak. Kalau berfikir saja, yang muncul hanya gagasan. Bergerak supaya bisa bersama-sama memperjuangkan keadilan ekologis juga. Lelaki beri peluang dan dukung perempuan dalam segala kesempatan, perempuan juga harus mendukung sesama perempuan, one big family untuk maju bersama,” tambah Kunni.

Sementara itu, Depi, perempuan muda yang ketua Mapala itu juga benyak menceritakan pengalamannya terkait ketidak adilan gender. Tapi pengalaman itulah yang justru membawanya bergerak terus dan menjadi pemimpin di komunitasnya. Untuk itu Depi mengajak rekan-rekannya yang perempuan untuk bergeraj bersama.

”Perempuan harus percaya diri, jangan ragu. Kalau perempuan sendiri tidak yakin dengan dirinya, bagaimana ia bisa maju di depan,” kata Depi.

Setelah pemaparan, diskusi itu kemudian diwarnai dengan tanya jawab dan saling tukar pandangan. Tidak hanya bagaimana kondisi masyarakat adat dan perempuannya, tapi juga sampai kepada persoalan budaya, adat, dan keadilan ekologis secara luas.(*)

Pos terkait