Jakarta (Outsiders) – Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Percepatan Penataan Ruang Pada Kawasan eks Outstanding Boundary Problem (OBP) Segmen Sungai Simantipal di Jakarta pada, Kamis (20/6/2024). Sahnya wilayah Sungai Simantipal menjadi bagian NKRI, berdasar pada MOU JIM RI-Malaysia Ke 43 di Kuala Lumpur, nomor 22 dengan lampiran peta 32, serta merujuk pada Surat Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor: 83.05-094 Tahun 2022 tentang Tim Kerja Percepatan Pengembangan Pembangunan Ex OBP Sumantipal.
Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Irjen Pol Makhruzi Rahman, menjelaskan bahwa pasca berakhirnya status OBP yang berarti saling klaim bagian Wilayah Kedaulatan Negara, menjadikan sahnya wilayah Sungai Simantipal menjadi bagian NKRI berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) Joint Indonesia Malaysia Meeting (JIMM) ke 43 di Kuala Lumpur pada tanggal 20 November 2019, diperlukan adanya rencana pengembangan wilayah dan penataan ruang.
Kemudian, atas dasar hasil kerja tim, termasuk usulan dari Pemerintah Daerah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian selaku kepala BNPP telah menerbitkan surat Nomor BWN.84.04/202/I/2023 tanggal 30 Januari 2023 tentang Rencana Aksi Percepatan Pengembangan Kawasan eks OBP Segmen Sungai Simantipal di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.
“Namun, dalam rencana pengembangan wilayah perlu adanya pertimbangan terhadap aspek ekonomi, sosial budaya, pendidikan, serta aspek pertahanan dan keamanan negara. Selain itu, juga terdapat aspek-aspek strategis dan urgent dalam pengembangan wilayah, seperti aspek aksesibilitas, aspek tata ruang, dan aspek infrastruktur pelayanan dasar,” ucap Irjen Pol Makhruzi.
Adapun langkah-langkah terhadap percepatan tata ruang yang telah dilakukan meliputi, Pemerintah Daerah telah mengajukan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kaltara dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Nunukan.
Serta, lahan eks OBP Sungai Simantipal sudah masuk dalam usulan perubahan kawasan hutan yang berstatus Hutan Produksi Terbatas (HPT) menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).
“Rapat koordinasi ini memiliki tujuan untuk mengonfirmasi Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) RI Nomor 561 Tahun 2024 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dalam rangka review Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kaltara,” terangnya.
Ia juga menambahkan, tujuan dari rakor ini untuk mengidentifikasi bentuk dukungan yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terhadap pengembangan kawasan eks OBP Segmen Sungai Simantipal.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Pengaturan Hak atas Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Ceto Subagiyo menyampaikan hal terkait dasar terjadinya hak atas tanah yaitu tanah negara, kawasan hutan, tanah hak, dan tanah ulayat.
“Dalam pengajuan Hak Atas Tanah (HAT), tanah yang diajukan pengelolaannya harus bersifat clean, Tanah negara ialah tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Tanah negara salah satunya meliputi tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan yang didasarkan pada Keputusan Menteri LHK,” ujar Ceto.
Hal ini, Ceto menambahkan, tanah negara yang berasal dari bekas negara asing ialah tanah yang sebelumnya berada di bawah yurisdiksi negara asing, namun menjadi bagian dari wilayah negara Indonesia akibat perubahan lintas batas.
Kemudian, Irwan selaku Fungsional Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan, Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dalam rakor memaparkan, berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, telah didefinisikan pengertian tanah negara.
“Perjanjian antar kedua negara harus diratifikasi dengan peraturan perundang-undangan nasional dengan tetap mempertimbangkan hak yang melekat pada tanah tersebut, termasuk hak ulayat, dan status Kawasan hutan,” tutur Irwan.
Lalu, Kasubdit Batas Negara dan Pulau-Pulau Terluar, Direktorat Kawasan, Perkotaan, dan Batas Negara, Kemendagri Nursyah Rizal dalam paparannya mengatakan, tanah hasil MoU antara kedua negara disebut sebagai tanah negara. Maka, peruntukan tanah tersebut perlu dirumuskan bersama oleh pemerintah.
“Urusan penataan ruang merupakan urusan pemerintah pusat, namun pemerintah daerah tetap dapat mengajukan usulan penataan ruang daerahnya,” ungkap Nursyah.
Selanjutnya, selaku Kepala Bidang Wilayah Perbatasan, Asisten Deputi Bidang Koordinasi Wilayah Perbatasan dan Tata Ruang Pertahanan Negara Kementerian Koordinator Polhukam Jimmy menuturkan, bahwa sebaiknya agar dibuat masterplan percepatan pengembangan kawasan eks OBP Sungai Simantipal.
“Kami sarankan agar prioritas pembangunan diawali dengan prioritas pembangunan pertahanan dan keamanan di kawasan eks OBP Simantipal,” kata Jimmy.
Lanjut Jimmy, Pembuatan masterplan dapat dilaksanakan secara bertahap, serta masterplan harus dijadikan sebagai acuan dalam percepatan pembangunan.
Maka, melalui rakor Percepatan Penataan Ruang Kawasan eks OBP Sungai Simantipal terdapat beberapa point penting, bahwa kawasan eks OBP Simantipal belum dapat ditetapkan statusnya sebagai tanah negara berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021.
Perlu adanya dilakukan percepatan penetapan kawasan eks OBP Sungai Simantipal menjadi status Tanah Negara, agar dapat dilakukan penetapan peruntukan dan fungsi kawasan dimaksud oleh Kementerian dan Lembaga terkait.
Serta, percepatan pengembangan kawasan Segmen Sungai Simantipal diharapkan dapat dilakukan secara bersamaan, dan pemerintah daerah Kabupaten Nunukan juga diharapkan agar memberikan masukan berupa masterplan rencana pengembangan kawasan di Segmen Sungai Simantipal. (HH/**)