Oleh : Winbaktianur *)
Jam menunjukkan pukul 00.30, dengan mata berat karena mengantuk saya mendengar petugas mengumumkan penumpang untuk memasuki pesawat pada akhir Juni lalu. Philippine Airlines yang akan membawa saya menuju Ninoy Aquino International Airport, termasuk pesawat berbadan lebar, tipe Airbus A330-300. Bergegas bersama penumpang lainnya saya menuju pintu keberangkatan dan berbaris antri. Berhubung saya duduk di kursi deretan nomor tiga dari belakang, maka saya dengan penumpang lainnya memasuki pesawat lebih dulu.
Pukul 01.00 tengah malam pesawat lepas landas meninggalkan Soekarno-Hatta International Airport. Setelah menyalakan hiburan yang tersedia dilayar kursi, saya menutup mata dengan tidak lupa berselimut. Rasanya baru beberapa menit tidur, saya dikagetkan oleh pramugari yang memanggil sembari menghidangkan makanan dan minuman. Pilihan saya adalah seafood meal disajikan dengan nasi hangat. Mata saya seolah dihipnotis dan terus memperhatikan pramugari dengan rambut disanggul rapi, berlipstik merah dan berpostur semampai. Kecantikan Pinay tidak usah diragukan, bahkan Filipina memang dikenal sebagai salah satu negara penghasil para wanita cantik di dunia.
Mabuhay, sayup-sayup saya mendengar suara pramugari, yang diikuti oleh pengumuman bahwa pesawat akan mendarat di Ninoy Aquino International Airport di Manila. Kata mabuhay kerap saya dengar sejak memasuki pesawat, adalah salah satu kata yang paling dikenal dan sering digunakan di Filipina. Memiliki makna yang dalam dan beragam, mencerminkan semangat dan budaya orang Filipina. Flag carrier milik pemerintah Filipina berlogo dua layar biru dan merah yang melambangkan bendera kebesaran negara dan sunburst kuning ini akan mendarat di Terminal 1 sesuai rencana.
Tepat pukul 06.30 waktu Manila, pesawat mendarat dengan mulus. Setelah selesai urusan imigrasi, bergegas saya bersama seorang rekan menuju pintu keluar untuk menuju ke lokasi kegiatan hari ini, University of the Philippines, Diliman campus, Manila.
Secara harfiah, mabuhay berarti hidup atau panjang umur, akan tetapi, penggunaannya jauh lebih luas dan bervariasi. Sering digunakan sebagai salam, ucapan selamat, atau seruan pendorong semangat. Ternyata dalam beberapa hari di negara ini, saya sangat sering mendengarnya, yang saya ingat adalah “mabuhay ang Pilipinas!” kira-kira artinya “hidup Filipina!”.
Saat istirahat di hotel, saya penasaran untuk tahu lebih banyak tentang mabuhay. Melalui penelurusan di berbagai sumber internet, saya menemukan bahwa kata “mabuhay” telah digunakan sejak lama dalam berbagai konteks sejarah dan budaya. Jenderal MacArthur pada tahun 1930, telah menggunakan dalam ucapan perpisahan saat ia meninggalkan Filipina. Pada perkembangannya, mabuhay telah menyatu menjadi bagian dari identitas nasional Filipina, digunakan dalam acara-acara resmi, perayaan, dan bahkan dalam industri pariwisata untuk menyambut wisatawan. Termasuk Philippine Airlines memiliki majalah dalam penerbangan dengan nama “Mabuhay” dan program frequent-flyer yang juga menggunakan kata ini.
Manila, ibu kota Filipina, memiliki sejarah yang kaya dan beragam yang mencerminkan berbagai pengaruh budaya dan politik selama berabad-abad. Kota ini, pada abad 13 terdiri dari pemukiman berbenteng dan kawasan perdagangan di dekat muara Sungai Pasig. Kota ini awalnya merupakan bagian dari kerajaan Islam yang dikenal sebagai Kota Seludong, yang dipimpin oleh Raja Sulaeman, Raja Lakandula, dan Raja Matanda. Kemudian, pada tahun 1571, pasukan Spanyol yang dipimpin oleh Miguel López de Legazpi menaklukkan Manila dan menjadikan kota ini sebagai ibu kota koloni Spanyol di Filipina. Spanyol membangun benteng dan tembok di sekitar kota, yang dikenal sebagai Intramuros atau “Kota Bertembok”.
Intramuros menjadi pusat administrasi, agama, dan militer Spanyol di Filipina selama lebih dari tiga abad. Saat ini, peninggalan kejayaan Spanyol masih bisa disaksikan salah satunya di Intramuros. Tiga abad kemudian, Filipina dikuasai oleh Amerika dan Spanyol angkat kaki dari negeri ini. Selama Perang Dunia II, Manila diduduki oleh Jepang dan mengalami kerusakan parah akibat pertempuran antara pasukan Sekutu dan Jepang pada tahun 1945. Filipina merdeka secara penuh pada 4 Juli 1946, setelah mencapai kesepakatan dengan Amerika. Manila terus berkembang sebagai pusat politik, ekonomi, dan budaya negara ini. Kota ini mengalami pertumbuhan pesat dan urbanisasi, meskipun juga menghadapi tantangan terutama kemacetan lalu lintas dan polusi.
Saya berkesempatan berkeliling kota Manila, pilihannya jatuh untuk jalan-jalan di Quaipo. Wilayah ini terdapat banyak toko menjual cenderamata dan makanan tradisional Manila, serta beberapa peninggalan sejarah berupa bangunan-bangunan tua peninggalan Spanyol. Kota yang semakin berwarna dengan transportasi massal yaitu jeepney. Jeepney adalah moda transportasi ikonik di Filipina. Kendaraan ini berasal dari jeep militer Amerika Serikat setelah Perang Dunia II. Jeepney memiliki ciri khas dekorasi yang cerah dan tempat duduk yang ramai, dan pastinya tanpa AC. Salah satu kelebihannya mereka tidak memiliki halte khusus, jadi penumpang bisa naik dan turun di mana saja. Tiket jeepney sangat terjangkau, cukup merogoh kocek mulai dari PHP 10 (10 Peso) atau sekitar Rp. 4.000,-
Suatu saat saya akan kembali lagi ke kota ini, kota yang terus berkembang, namun tetap mempertahankan warisan sejarahnya nan kaya. Dari masa pra-kolonial hingga era moderen, setiap periode dalam sejarah Manila telah meninggalkan jejak yang membentuk identitas kota ini nan cantik ini. Bercengkrama dengan Pinoy (nama julukan bagi orang Filipina, Filipino, Pinoy singkatannya). Pinoy adalah istilah orang Filipina untuk laki-laki, untuk perempuan adalah pinay. Mabuhay.