Jakarta (Outsiders) – Ketua Umum PWI Pusat Akhmad Munir menegaskan perlindungan wartawan merupakan kewajiban aktif negara, bukan hanya tanggung jawab moral atau sosial, dalam sidang uji materi Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi, Selasa (21/10/2025).
“Agar wartawan benar-benar terlindungi dalam menjalankan profesinya,” ujar Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, dalam sidang lanjutan uji materi Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (21/10/2025).
Sidang ini merupakan kelanjutan dari permohonan yang diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) yang menilai bahwa ketentuan Pasal 8 masih multitafsir dan belum memberikan jaminan perlindungan yang memadai bagi wartawan.
Dalam keterangannya di hadapan Majelis Hakim, Akhmad Munir menegaskan bahwa Pasal 8 UU Pers telah memberikan dasar hukum yang jelas bagi perlindungan wartawan. Namun, implementasinya belum optimal karena lemahnya koordinasi antar-lembaga.
“Pasal 8 Undang-Undang Pers adalah norma fundamental yang harus dipertahankan. Namun pelaksanaannya perlu diperkuat agar wartawan memperoleh perlindungan hukum yang nyata di lapangan,” ujar Munir.
Ia menekankan bahwa perlindungan terhadap wartawan merupakan kewajiban aktif negara, bukan sekadar tanggung jawab moral atau sosial. Bentuk perlindungan itu mencakup keamanan fisik, keamanan digital, serta perlindungan dari tekanan dan kriminalisasi atas karya jurnalistik yang sah.
“Ketika wartawan menghadapi ancaman atau tekanan, seharusnya ada mekanisme cepat dan jelas antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi profesi untuk memberikan perlindungan,” tegasnya.
Menurut PWI, tantangan utama dalam penerapan Pasal 8 bukan terletak pada substansi pasal, melainkan pada lemahnya sinergi antara lembaga-lembaga terkait. Karena itu, diperlukan mekanisme terpadu antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi wartawan agar setiap perkara yang menyangkut kegiatan jurnalistik diselesaikan berdasarkan UU Pers.
Dalam sidang tersebut, PWI Pusat menyerahkan keterangan tertulis berisi enam pokok pikiran utama, yakni:
-
Pasal 8 UU Pers harus dipertahankan sebagai norma konstitusional yang menjamin kemerdekaan pers.
-
Perlindungan hukum bagi wartawan merupakan kewajiban negara.
-
Perlindungan tidak berarti memberikan kekebalan hukum.
-
Koordinasi antar-lembaga perlu diperkuat agar pelaksanaan perlindungan berjalan efektif.
-
Perlindungan hukum harus mencakup aspek digital dan psikologis.
-
Negara wajib memastikan perlindungan wartawan berjalan adil dan berkelanjutan.
Ketua Umum PWI Pusat hadir bersama jajaran pengurus pusat, di antaranya Anrico Pasaribu (Ketua Bidang Pembelaan dan Pembinaan Hukum), Edison Siahaan (Ketua Satgas Anti Kekerasan), Baren Antoni Siagian (Komisi Hukum dan HAM), Jimmy Endey (Komisi Kajian dan Litbang), Rinto Hartoyo Agus (Ketua Seksi Hukum PWI Jaya), serta Rizal Afrizal (Komisi Pangan dan Energi).
Kehadiran delegasi lengkap tersebut menunjukkan komitmen PWI untuk memastikan posisi pers nasional tetap terlindungi secara hukum dan etika profesional.
Menutup keterangannya, Akhmad Munir menyampaikan bahwa PWI Pusat akan terus memperkuat fungsi advokasi, pendidikan etika jurnalistik, dan pembinaan hukum bagi wartawan di seluruh Indonesia.
“Perlindungan wartawan bukanlah keistimewaan, tetapi mandat konstitusi. Negara harus hadir untuk memastikan kemerdekaan pers berjalan seiring dengan keadilan dan tanggung jawab,” pungkas Munir.
Sidang uji materi Pasal 8 UU Pers ini juga menghadirkan Dewan Pers dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai pihak terkait. Mahkamah Konstitusi dijadwalkan melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut pada agenda berikutnya sebelum pembacaan putusan.





